Oleh : Mustaufiq. S.IP.,SE.,M.Si.,MH.(Mahasiswa Program Studi Doktoral Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar)

Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) merupakan hari ulang tahun atau peringatan berdirinya Kejaksaan Republik Indonesia yang diperingati setiap tanggal 22 Juli setiap tahunnya. Secara histori Kejaksaan mulai berdiri menjadi lembaga mandiri sejak 22 Juli 1960 dengan dasar Surat Keputusan Presiden RI No.204/1960.

Sepanjang sejarah Kejaksaan Republik Indonesia, ada salah satu sosok Jaksa Agung yang pernah menjabat selama 9 tahun sebagai Kepala Kejaksaan Agung sejak 2 Desember 1950 hingga 4 Juli 1959. Hingga saat ini, R Soeprapto menjadi satu-satunya Jaksa Agung yang menjabat selama sembilan tahun serta dikenal sebagai sosok yang bersih.

Dilahirkan pada 27 Maret 1897, Soeprapto sudah bekerja sebagai griffier (panitera) di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung di usia yang masih sangat muda, yaitu 19 tahun, sehingga saat ini di abadikan sebagai salah satu Tokoh Adhyaksa Kejaksaan Republik Indonesia.

Kata Adhyaksa menurut peneliti H.H. Juynboll, mengatakan bahwa adhyaksa adalah merupakan pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter) dalam satu kedudukan wilayah. Sehingga memiliki tugas dan fungsi dalam penegakan hukum pada sebuah perkara hukum.

Secara filosofis, tugas kejaksaan adalah sebagai representasi negara di pengadilan untuk melakukan penuntutan terhadap setiap pelanggaran yang merugikan kepentingan negara, serta menjamin terpenuhinya hak-hak warga negara atas pengakuan, pelindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam proses peradilan pidana.

Dalam penjelasan Undang-Undang No 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dikatakan bahwa Kewenangan Jaksa dalam melaksanakan diskresi Penuntutan (prosecutorial discretionary atau opportuniteit beginselen) yang dilakukan dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat memiliki arti penting dalam rangka mengakomodasi perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat yang menuntut adanya perubahan paradigma penegakan hukum dari semata-mata mewujudkan keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif.